Memasuki “tahun politik”, yang ditandai dengan digelarnya pemilihan kepala daerah 2018 (Pilkada 2018) di 171 kabupaten/kota dan provinsi seluruh Indonesia, situasi politik sangat memanas.
Sebagai upaya mendinginkan situasi dan sebagai pengingat bagi siapapun, baik masyarakat (rakyat), calon pemimpin, serta ulama yang menjadi penopang bagi kehidupan berbangsa dan bernegara, maka kita perlu untuk merenungi perkataan Hujjatul Islam, Imam Ghozaly, dalam karyanya Ihya’ Ulumiddin.
Salah satu satu perkataan terkait dengan sinergisitas masyarakat, penguasa/pemimpin, dan ulama dalam mewujudkan kesuksesan perjalanan pemerintahan dalam suatu negara. Perkataan Imam Ghozaly tersebut adalah sebagai berikut:
Satu, Ihya’ Juz 2 halaman 238:
ما فسدت الرعية إلا بفساد الملوك وما فسدت الملوك إلا بفساد العلماء
“Tidaklah terjadi kerusakan rakyat itu kecuali dengan kerusakan penguasa, dan tidaklah rusak para penguasa kecuali dengan kerusakan para ulama.”
Kedua, Ihya’ Juz 2 halaman 357:
ففساد الرعايا بفساد الملوك وفساد الملوك بفساد العلماء وفساد العلماء باستيلاء حب المال والجاه ومن استولى عليه حب الدنيا لم يقدر على الحسبة على الأراذل فكيف على الملوك والأكابر والله المستعان على كل حال
“Maka kerusakan rakyat itu karena kerusakan penguasa, dan rusaknya penguasa itu karena rusaknya para ulama. Dan rusaknya para ulama itu karena kecintaan pada harta dan kedudukan. Sesiapa yang terpedaya akan kecintaan terhadap dunia tidak akan kuasa mengawasi hal-hal kecil, bagaimana pula dia hendak melakukannya kepada penguasa dan perkara besar? Semoga Allah menolong kita dalam semua hal.”
Kesuksesan suatu negara tidak hanya bergantung kepada para pemimpin semata melainkan juga melibatkan Masyarakat dan juga para ulama. Agar kebijakan-kebijakan pemerintah masih dalam koridor agama (syari’at) dan berasaskan keadilan. Sehingga masyarakat percaya dengan pemimpin dan hal it tdk bisa terwujud dengan sendirinya melainkan ada keterlibatan Para Ulama didalamnya.
Jadi dari komponen-komponen tersebut di atas saling berkaitan. Maka hendaknya dawuh-dawuh imam Ghozaly perlu di renungi. (Abdullah Rif’an/ma)