Hubungan sejarah (relasi history) antara PPBU dengan NU menurut beliau sangatlah berkaitan erat dan seperti simbiosis mutualisme, keduanya sangat saling membutuhkan dan saling menguntungkan di ingat-ingat bahwasanya NU sendiri merupakan suatu ORMAS yang berlandaskan ahlussunah wal jama’ah dan PPBU juga merupakan pondok pesantren yang juga berlandaskan aswaja, serta di sini (PPBU) juga tempat lahirnya pendiri NU yakni KH. WAHAB CHASBULLOH.
Awal berdirinya NU di mulai dari terbentuknya himpunan pelajar yang bertujuan untuk mencerdaskan bangsa yakni TASHWIRUL AFKAR di Surabaya, setelah itu kyai Wahab pun berfikir bahwasanya kemajuan suatu bangsa itu juga dinilai dari perekonomiannya akhirnya beliau pun mambentuk organisasi dagang islam yakni NAHDATU TUJAR, usaha usaha kyai Wahab pun mendapat dukungan dari banyak pihak mulai dari tokoh nasionalis sampai tokoh islam hingga pada tahun 1926 mbah Wahab bersama sejumlah kyai lainya yakni KH. Bisri Syamsuri (Denanyar) dan KH. Hasyim asy’ari (Tebu ireng) mendirikan organisasi kemasyarakatan islam yang berlandaskan ASWAJA yakni NAHDATUL ‘ULAMA.
Awal kali kiprah NU dalam dunia internasional ialah ketika pembentukan KOMITE HIJAZ yang pada saat itu terbentuk dikarnakan penggulingan kerajaan arab oleh raja Su’ud pada waktu itu yang berkeinginan untuk membersihkan Mekah dari semua hal yang berbau Bid’ah dan ingin menggusur makam rosul serta hijr ismail,mengetahui hal itu kyai wahab beserta 10 tokoh komite hijaz berangkat ke Mekkah untuk mengajukan 9 tuntutan umat islam dunia di depan raja Su’ud, dengan kuasa Allah akhirnya 9 tuntutan itu dikabulkan termasuk pembatalan penggusuran makam rosul dan hijr ismail.
Peran serta NU dalam upaya kemerdekaan Indonesia pun sangat banyak terbukti dalam keikutsertaan NU dalam perjuangan kemerdekaan di Surabaya dan daerah lainya di Indonesia, hingga pada tahun 1945 indonesia merdeka, Hingga pada pemilu pertama tahun 1950-an NU bersama MUHAMMADIYAH dan ormas islam lainya bersatu dalam keikutsertaan pemilu dalam satu lingkupan MASYUMI, al hasil Masyumi pun menduduki posisi ketiga tertinggi dan mulai dari sinilah NU merasa di khianati dalam pembagian keanggotan KONSTITUANTE yang pertama NU tidak diberi tempat satu pun dansemuanya di berikan kepada Muhammadiyah, setelah itu kyai wahab pun memutuskan keputusan yang sangat berat yakni keluar dari Masyumi dan memmbentuk PARPOL baru yakni NU, tentu saja hal ini mendapatkan banyak tentangan dari tokoh NU, tetapi kyai wahab pun nekat dan meminta salah satu orang untuk menjadi ajudanya, ternyata kerja keras kyai wahab pun berhasil hingga pada pemilu kedua tahun 1952 NU menjadi kekuatan yang cukup besar dan meluas hingga keseluruh nusantara dan pada pemilu ketiga NU menduduki posisi puncak.
Dan pada muktamar NU di Surabaya dalam kondisi sakit setelah mengalami pengobatan kyai wahab menyampaikan pidato iftitahnya (walaupun tidak di ucapkan sendiri) di depan anggota muktamar, setelah muktamar selesai beliau pun enggan meninggalkan tempat dan ternyata muktamar serta pidato iftitah itu menjadi yang terakhir kalinya bagi beliau sebelum wafat dan pada saat itulah bangsa ini seakan menangis karna di tinggalkan seorang tokoh karismatik islam yang memperjuangkan bangsanya tanpa henti hingga akhir hayat beliau.
Pada tahu 1973 para tokoh NU banyak yang di bersihkan dari pemerintahan dikarnakan presiden Soeharto menganggap NU akan menjadi penghambatnya, dan pada muktamar NU di Situbondo NU keluar dari politik dan kembali ke asal atau khithoh yakni menjadi organisasi kemasyarakatan islam sampai kini.
Itulah hasil wawancara kami kepada beliau dan pesan beliau bagi QODIM yakni jadikanlah qodim sebagai suatu wadah jurnalis yang bersifat obyektif sehingga dapat menjadi tauladan bagi yang lainya.
Wawancara dengan Oleh: KH. Hasib Wahab (Majelis pengasuh PPBU)