"Ingatlah kalian semua, tanpa persatuan kita tak akan menang. Satu lidi tidak berharga jika ia sendiri. Satu bata terkuat pun membutuhkan bata lain untuk dianggap tembok. Ingatlah para pengkhianat kami adalah satu, persatuan membuat kami kuat tak terkalahkan." Kata Mbah Mimpin dalam dialog penutup pementasan yang berjudul "Sapu Lidi".
Pada pementasan drama yang menjadi pembukaan Clasmeeting tersebut mengangkat tema nilai-nilai persatuan, cerita diawali dengan gambaran yang sangat mendalam tentang keadaan Pulau Kartasuna. Pulau ini digambarkan sebagai tempat yang penuh kedamaian dan harmoni, di mana tiga suku, yaitu Suku Abikara, Suku Arrshaka, dan Suku Renjana, menjaga dan melindungi persatuan dengan peran masing-masing yang sangat berarti.
Pementasan dramatis ini berhasil menggambarkan karakteristik masing-masing suku secara mendetail. Suku Abikara diperankan dengan kekuatan dan keberanian yang memukau, menciptakan kesan kuat sebagai pelindung pulau. Suku Arshaka dibawakan dengan semangat yang tulus dalam upaya mereka untuk mencerdaskan penduduk Pulau Kartasuna, dengan penggambaran peran pendidikan dan pengetahuan yang menginspirasi penduduk. Suku Renjana, yang mengambil peran dalam menjaga kesehatan penduduk pulau, ditampilkan dengan kesadaran dan kepedulian yang mendalam terhadap kesejahteraan masyarakat.
Namun, perubahan dramatis terjadi ketika Suku Angsasuja muncul sebagai pihak yang berusaha memecah belah persatuan. Pementasan ini berhasil mendalami karakter Suku Angsasuja, menggambarkan mereka sebagai antagonis yang jahat dan kejam. Mereka membawa elemen fitnah dan adu domba ke dalam cerita, yang dengan sangat dramatis mengguncang kedamaian Pulau Kartasuna.
Puncak ketegangan terjadi ketika fitnah dan adu domba Suku Angsasuja berhasil menghasut ketiga suku yang ada di pulau. Pementasan ini memberikan gambaran yang sangat detail tentang bagaimana konflik tersebut hampir memicu perpecahan dan peperangan yang mengguncang masyarakat Pulau Kartasuna.
Dalam momen klimaks, drama ini juga menghadirkan konflik dramatis yang hampir memecah belah persatuan di Pulau Kartasuna. Penggunaan fitnah dan adu domba oleh Suku Angsasuja memberikan dampak emosional yang mendalam, dan penonton diajak untuk merenungkan pentingnya menjaga persatuan dan kerjasama dalam masyarakat.
Dengan begitu banyak nuansa dan detail dalam pengembangan karakter dan plot, pementasan drama ini memberikan pesan yang mendalam tentang pentingnya persatuan dalam masyarakat. Penonton diajak untuk merenungkan peran masing-masing dalam menjaga persatuan, serta menghadapi potensi ancaman yang bisa datang dari luar. Drama ini berhasil menghadirkan tema-tema tersebut dengan memicu kekayaan imaji yang memukau.
Pementasan ini juga berhasil mengangkat tema-tema persatuan dan konflik dengan cara yang menggugah kesadaran penonton. Pesan moral yang disampaikan sangat jelas, yaitu pentingnya menjaga persatuan dan waspada terhadap upaya-upaya yang berpotensi merusaknya. Kesuksesan drama ini terletak pada kemampuannya untuk membuat penonton terlibat emosional dan merenungkan nilai-nilai yang disajikan.
Pementasan ini merupakan persembahan dari Teater Mimpin serta episode awal dari cerita trilogi Pulau Kartasuna yang akan dipentaskan oleh Teater Mimpin Madrasah Mu'allimin Mualimat. Mau tahu episode selanjutnya?
Oleh : Imam Nur Hadi, S.Pd.