Keadilan Merupakan tema sentral pembicaraan baik dalam teologi serta filsafat etika dan hukum maupun dalam politik, ekonomi dan social sepanjang sejarah umat manusia. Alqur’an sebagau nur, hudan, tibyan, furqan, syifa dan rahmat bagi semesta alam, yang isi, kandungan dan substansinya sempurna serta berlaku universal, sudah barang tentu telah membawakan konsep yang jelas, baik dan benar tentang keadilan. Diantara Term-Term al-Adl yang digunakan al-Qur’an yang dimaksud adalah:
1. Al-‘Adl (العدل)
Sebagaimana telah diuraikan sebelumnya mengenai pengertian kebahasaan mengenai keadilan. Kata ‘adl di dalam al-Qur’an sendiri memiliki aspek dan objek yang beragam, begitu pula pelakunya. Keragaman tersebut mengakibatkan keragaman makna keadilan. Menurut hasil kajian M. Quraish Shihab, paling tidak ada empat makna keadilan. Berikut akan dijelaskan empat makna keadilan dalam al-Qur’an tersebut yaitu;
Adil dalam arti “sama” Persamaan yang dimaksud adalah “persamaan dalam memperoleh hak”, pengertian ini yang paling banyak terdapat di dalam al-Qur’an, antara lain pada QS al-Nisa’ /4: 3, 58 dan 129, QS al-Syura a/42: 15, QS al-Ma’idah/5: 8, QS al-Nahl/16: 76, 90, dan QS al-Hujurat /49: 9. Misalnya ditegaskan dalam QS al-Nisa’/4: 58;
إِنَّ ٱللَّهَ يَأْمُرُكُمْ أَن تُؤَدُّوا۟ ٱلْأَمَٰنَٰتِ إِلَىٰٓ أَهْلِهَا وَإِذَا حَكَمْتُم بَيْنَ ٱلنَّاسِ أَن تَحْكُمُوا۟ بِٱلْعَدْلِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ نِعِمَّا يَعِظُكُم بِهِۦٓ ۗ إِنَّ ٱللَّهَ كَانَ سَمِيعًۢا بَصِيرًا
Terjemahnya:
Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hukum di antara manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesungguhnya Allah memberi pengajaran yang sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.
Para mufassir berbeda pendapat mengenai pengertian kata al-‘Adl dalam ayat ini, namun umumnya mengartikan al-‘Adl bermakna الإنصاف والسوية berada di pertengahan dan mempersamakan. sedang al-Maraghi melihat keadilan dalam konsep lain, bukan dalam pengertian persamaan hak, tetapi lebih pada aspek terselenggaranya atau terpenuhinya hak-hak yang telah ditetapkan menjadi milik seseorang.
Berdasarkan ayat وَإذَا حَكَمْتُمْ بَيْنَ النَّاسِ أَن تَحْكُمُوا بِالْعَدْل ini maka dapat dipahami bahwa kata “adil” dalam ayat tersebut diartikan “sama”, yang terkait dengan sikap dan perlakuan hakim pada saat proses pengambilan keputusan. Karena itu, ayat ini menuntun sang hakim untuk menempatkan pihak-pihak yang bersengketa di dalam “posisi yang sama”, misalnya hal ihwal tempat duduk, penyebutan nama, keceriaan wajah, kesungguhan mendengarkan, dan memikirkan ucapan mereka, serta hal-hal lain yang termasuk dalam proses pengambilan keputusan. Apabila persamaan dimaksud mencakup keharusan mempersamakan apa yang mereka terima dari keputusan, maka ketika itu persamaan tersebut menjadi wujud nyata kezaliman.
Adil dalam arti “seimbang” Pengertian ini ditemukan di dalam QS al-Maidah/5: 95 dan QS al-Infitar/82:7. M. Quraish Shihab menjelaskan bahwa keseimbangan yang dimaksud ditemukan pada suatu kelompok yang di dalamnya terdapat beragam bagian yang menuju satu tujuan tertentu, selama syarat dan kadar tertentu terpenuhi oleh setiap bagian. Dengan terhimpunnya syarat ini, kelompok itu dapat bertahan dan berjalan memenuhi tujuan kehadirannya. Sebagai contoh ayat yang terkait dengan makna ini adalah QS al-Infitār/82: 6-7;
يَٰٓأَيُّهَا ٱلْإِنسَٰنُ مَا غَرَّكَ بِرَبِّكَ ٱلْكَرِيمِ، ٱلَّذِى خَلَقَكَ فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ
Terjemahnya:
Hai manusia, apakah yang telah memperdayakan kamu (berbuat durhaka) terhadap Tuhanmu Yang Maha Pemurah. Yang telah menciptakan kamu lalu menyempurnakan kejadianmu dan menjadikan (susunan tubuh) mu seimbang.
Konsep keadilan dalam ayat ini terinterpretasi pada term فَسَوَّىٰكَ فَعَدَلَكَ term ini diartikan membuat seimbang, karena ayat tersebut menginformasikan kepada manusia bahwa tubuhnya itu secara keseluruhan disusun menurut prinsip-prinsip keseimbangan. Dalam hal ini dapat dirumuskan bahwa seandainya ada salah satu anggota tubuh manusia berlebih atau berkurang dari kadar atau syarat yang seharusnya, maka pasti akan terjadi ketidakseimbangan (keadilan).
2. Al-Qist (القسط)
Kata al-Qist adalah ism masdar yang fi’il madli dan fi’il mudhari’nya adalah قسط – يقسط yang biasa juga diartikan berlaku lurus (tidak memihak). Al-Qist dalam Mu’jam Maqayis al-Lughah berasal kata dari huruf ق – س – ط (Qaf, Sin Tha) yang stuktur hurufnya mengandung dua makna yang bertentangan yaitu al-Qist berarti Keadilan dan Al-Qist bermakna al-Jur (kecurangan). Dari makna pertama diperoleh arti ‘bagian’ (nasib), atas dasar ini dapat dikatakan bahwa konsep keadilan yang terkandung dalam kata al-Qist relevan dengan hak-hak secara proporsional.
Dalam al-Qur’an,term al-Qist dengan berbagai derivasinya terulang sebanyak 25 kali yang kesemuanya mengarah kepada makna adil. Yaitu dalam bentuk masdar diulangi sebanyak 17 kali, dalam bentuk fi’il al-mudari’ terulang sebanyak 2 kali, dalam bentuk fi’il al-amar terulang sebanyak 1 kali, dalam bentuk ism al-fa’ il sebanyak 5 kali. Di antaranya dalam QS Ali Imran/3: 18., Allah swt. berfirman :
شَهِدَ ٱللَّهُ أَنَّهُۥ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ وَٱلْمَلَٰٓئِكَةُ وَأُو۟لُوا۟ ٱلْعِلْمِ قَآئِمًۢا بِٱلْقِسْطِ ۚ لَآ إِلَٰهَ إِلَّا هُوَ ٱلْعَزِيزُ ٱلْحَكِيمُ
Terjemahnya:
Allah menyatakan bahwasanya tidak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang menegakkan keadilan. Para malaikat dan orang-orang yang berilmu (juga menyatakan yang demikian itu). Tak ada Tuhan (yang berhak disembah) melainkan Dia, Yang Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.
3. Al-Mizan (الميزان)
Kata al-Mizan dengan berbagai bentuk derivasinya digunakan dalam al-Qur’an sebanyak 23 kali, dengan makna yang beragam. Dengan makna yang beragam ini, yaitu ada yang berarti timbangan (neraca) (QS al-Hadid/57: 25. Dari term-term tersebut di antaranya yang berkaitan dengan keadilan terdapat dalam QS al-A’raf/7: 152; QS Hud/11: 84-85; QS al-Syura/42: 17.
Dalam QS al-Hadid/57: 25, Allah swt berfirman;
لَقَدْ أَرْسَلْنَا رُسُلَنَا بِٱلْبَيِّنَٰتِ وَأَنزَلْنَا مَعَهُمُ ٱلْكِتَٰبَ وَٱلْمِيزَانَ لِيَقُومَ ٱلنَّاسُ بِٱلْقِسْطِ ۖ وَأَنزَلْنَا ٱلْحَدِيدَ فِيهِ بَأْسٌ شَدِيدٌ وَمَنَٰفِعُ لِلنَّاسِ وَلِيَعْلَمَ ٱللَّهُ مَن يَنصُرُهُۥ وَرُسُلَهُۥ بِٱلْغَيْبِ ۚ إِنَّ ٱللَّهَ قَوِىٌّ عَزِيزٌ
Terjemahnya:
Sesungguhnya kami telah mengutus rasul-rasul kami dengan membawa bukti-bukti yang nyata dan telah kami turunkan bersama mereka al-Kitab dan neraca (keadilan) supaya manusia dapat melaksanakan keadilan. Dan kami ciptakan besi yang padanya terdapat kekuatan yang hebat dan berbagai manfaat bagi manusia, (supaya mereka mempergunakan besi itu) dan supaya Allah mengetahui siapa yang menolong (agama)Nya dan rasul-rasul-Nya padahal Allah tidak dilihatnya. Sesungguhnya Allah Maha Kuat lagi Maha Perkasa.
Olehnya itu, keadilan harus ditegakkan, di mana pun, kapan pun dan terhadap siapa pun. Bahkan jika diperlukan dengan tindakan tegas. Dan salah satu bukti ayat al-Qur’an menggandengkan “timbangan” sebagai alat ukur yang adil dengan “besi” yang antara lain digunakan sebagai senjata. Hal ini memberi isyarat bahwa kekerasan adalah satu teknik untuk menegakkan keadilan.
4. Al-Wasat (الوسط)
Dalam al-Qur’an, keadilan di samping dinyatakan dengan istilah al-‘adl dan al-qist. Juga sering terkait dengan sikap seimbang dan menengahi yang dinyatakan dengan istilah “al-Wasat” yang berarti pertengahan. Misalnya dalam semangat moderasi dan toleransi. Kata al-Wasat berasal dari huruf و – س – ط yang bermakna keadilan dan bagian.
Kata al-wasat} dengan berbagai bentuk derivasinya digunakan dalam al-Qur’ansebanyak 5 kali, dengan makna yang beragam. Yaitu bermakna pertengahan أُمَّةً وَسَطًا dalam QS al-Baqarah/2: 143, dan di empat ayat lainnya, yaitu; وَالصَّلَاةُ الْوُسْطَى dalam QS al-Baqarah/2: 238, untuk menyebut shalat asar dalam mayoritas riwayatnya;
مِنْ أَوْسَطِ مَا تُطْعِمُونَ أَهْلِيكُمْ dalam QS al-Maidah/5:89 dengan makna a’dal (paling baik) atau amsal (semisal) atau yang rata-rata; قَالَ أَوْسَطُهُمْ dalam QS al-Qalam/68: 28, dengan makna yang paling baik dan pilihan; فَوَسَطْنَ بِهِ جَمْعًا dalam QS al-Adiyat/100:5 dengan arti tengah-tengah perkumpulan.
Dalam keempatnya itu kata al-wasat menggunakan salah satu dari makna bahasa di atas. Tiga di antaranya merujuk pada makna a’dal wa khiyar (paling adil dan paling baik atau pilihan) yang secara bahasa menjadi makna pokok kata wasat. Imam al-Qurtubi dalam tafsirnya menjelaskan ayat tersebut: “Sebagaimana Ka’bah adalah wasat (bagian tengah) bumi, demikian pula Kami menjadikan kalian ummatan wasatan, artinya Kami jadikan kalian di bawah para nabi, di atas umat-umat lain. Wasat adalah al-‘adl (adil). Asalnya, yang paling terpuji dari sesuatu adalah awsat-nya.”
Esensi keadilan dalam konsep Al-Qur’an adalah “meletakkan sesuatu pada tempatnya” atau memperlakukan sesuatu realitasnya sendiri secara obyektif yang di dalam dimensi rasional adalah menyamakan, menyebandingkan, menyejajarkan dan menyeimbangkan. Keadilan ini merupakan asas fundamental dalam islam dan telah terefleksikan dalam kultur keilmuan Islami.
Wallahu A’lam bi al-Shawab
Penulis : H. Muhyiddin, Lc., MM (Guru Madrasah Mu’allimin Mu’allimat 6 Tahun Tambakberas Jombang)